Sebelum memulai membaca artikel ini, mari kita bacakan Fatihah kepada nama-nama tokoh yang disebut dalam tulisan ini, semoga Allah mengampuni beliau dan menerima semua amal kebaikan beliau… Lahumul faatihah… aamiin…
K.H.R. Bagus Khasantuko, yang pada masa kecil dikenal sebagai Raden Bagus Kemuning, adalah putra dari Sunan Amangkurat III, seorang raja keturunan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia adalah pangeran keturunan langsung dari kerajaan Mataram melalui jalur Sunan Amangkurat III, sehingga mendapat gelar kebangsawanan Raden Bagus.
Nama Khasantuko sendiri kemungkinan berasal dari bahasa Arab “Hasan Tuqo” (حسن تقى) yang berarti “baik” (hasan) dan “ketaatan” atau “ketakwaan” (tuqo). Secara harfiah, Hasan Tuqo menggambarkan seseorang yang baik dalam perilaku dan penuh ketakwaan kepada Tuhan. Ini mencerminkan kepribadian luhur K.H.R. Bagus Khasantuko yang dikenal sebagai seorang ulama besar dengan integritas keislaman yang tinggi.
Asal Usul Dusun Senuko
Dusun Senuko, tempat K.H.R. Bagus Khasantuko menetap, memiliki asal usul yang erat terkait dengan nama beliau. Nama Khasan Tuko—kemudian berubah menjadi Santuko dan akhirnya Senuko—adalah asal mula penamaan dusun tersebut, yang disesuaikan dengan lidah Jawa sehingga lebih mudah diucapkan.
Nama | Perkembangan |
---|---|
Khasan Tuko | Santuko |
Santuko | Senuko |
Riwayat Hidup dan Pengembaraan
Kisah hidup K.H.R. Bagus Khasantuko tidak banyak tercatat dalam Sadjarah Dalem. Namun, informasi mengenai perjalanan hidupnya mulai muncul melalui catatan Al-Khidmah Kabupaten Bantul dan kasepuhan Watucongol. Salah satu keturunannya adalah Kyai Abdurrauf, yang mendirikan Pondok Pesantren Watucongol pada tahun 1820.
K.H.R. Bagus Khasantuko dikenal sebagai pangeran yang meninggalkan istana untuk menuntut ilmu di berbagai pesantren. Konflik politik dalam kerajaan, terutama setelah Perjanjian Giyanti 1755 yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua (Surakarta dan Yogyakarta), membuatnya lebih memilih bersama rakyat daripada terlibat dalam dinamika istana.
Pengaruh K.H.R. Bagus Khasantuko dalam Sejarah
Kisahnya memiliki kemiripan dengan Kyai Nur Iman, yang juga meninggalkan kekuasaan dan mendirikan Pesantren Assalafi Mlangi. K.H.R. Bagus Khasantuko memilih menetap di Godean, Yogyakarta bagian barat, sebagai tempat untuk menyebarkan ajaran Islam.
Dalam perjuangan Pangeran Diponegoro, K.H.R. Bagus Khasantuko berperan sebagai penasihat spiritual. Pangeran Diponegoro tidak hanya mengandalkan bangsawan, tetapi juga menggandeng ulama seperti K.H.R. Bagus Khasantuko dan Kyai Abdurrauf. Abdurrauf sendiri kemudian menjadi salah satu senopati Diponegoro dan terkenal di Magelang, terutama di sekitar Gunung Pring, yang menjadi pusat kekuatan Islam di bawah pimpinan Kyai Abdurrauf.
Jejak Dakwah di Godean dan Gunung Pring
Sebagai ulama yang disegani, K.H.R. Bagus Khasantuko berperan penting dalam menyebarkan Islam di Yogyakarta bagian barat, khususnya di Godean. Ia bekerja sama dengan Kyai Nur Iman untuk mencerdaskan masyarakat melalui ajaran agama Islam. Putranya, Kyai Abdurrauf, juga mengikuti jejaknya dalam mengkaji dan menyebarkan ilmu agama.
Tokoh Utama | Peran dalam Sejarah |
---|---|
K.H.R. Bagus Khasantuko | Ulama besar, penasihat spiritual Pangeran Diponegoro |
Kyai Abdurrauf | Senopati Diponegoro, penggerak dakwah di Gunung Pring |
Kyai Nur Iman | Pendirian Pondok Pesantren Assalafi Mlangi |
Kyai Abdurrauf kemudian menjadi kakek buyut dari KH Ahmad Abdul Haq Dalhar (Mbah Mad), pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Watucongol, Gunung Pring, Magelang.
Kesimpulan
K.H.R. Bagus Khasantuko adalah contoh nyata dari seorang pangeran yang meninggalkan kehidupan istana untuk mendalami agama dan menyebarkan ajaran Islam. Kiprahnya dalam sejarah, baik sebagai ulama maupun penasihat spiritual Pangeran Diponegoro, menunjukkan betapa besar pengaruhnya dalam sejarah Islam di Jawa. Jejak dakwahnya diteruskan oleh keturunannya, terutama Kyai Abdurrauf, yang menjadikan Gunung Pring sebagai pusat penyebaran Islam.