Sejarah dan Filosofi Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada
Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menjadi ikon penting dalam sejarah pendidikan tinggi di Indonesia. Diresmikan pada 19 Desember 1959 oleh Presiden Ir. Soekarno, gedung ini tidak hanya menandai berdirinya perguruan tinggi pertama yang dibangun oleh Pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan, tetapi juga mencerminkan semangat membangun peradaban baru bangsa Indonesia. Kini, meskipun telah berusia lebih dari enam dekade, Gedung Pusat UGM tetap berdiri megah dan kokoh, menjadi saksi bisu perjalanan panjang bangsa ini dalam membangun pendidikan yang berkualitas.
Pembangunan Gedung Pusat UGM
Gedung Pusat UGM, yang terletak di kompleks Bulaksumur, Yogyakarta, dirancang oleh seorang arsitek Indonesia bernama GPH Hadinegoro. Pria kelahiran Surakarta yang menetap di Pakualaman1Sejarah Kadipaten Pakualaman: Asal Usul dan Peran dalam Sejarah Yogyakarta
Sejarah singkat tentang kadipaten Pakualaman – https://dpad.jogjaprov.go.id/article/news/vieww/sejarah-singkat-tentang-kadipaten-pakualaman-1484 ini diminta langsung oleh Presiden Soekarno untuk mendesain dan membangun gedung ini. Dengan latar belakang pendidikan arsitektur yang diperoleh di Technische Hooge School, Delft, Belanda, Hadinegoro berhasil menciptakan sebuah karya arsitektur yang tidak hanya indah dan megah, tetapi juga penuh dengan nilai filosofis yang mendalam.
Keputusan Soekarno untuk memilih Hadinegoro sebagai arsitek merupakan bagian dari upaya menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu menghasilkan karya arsitektur modern yang tak kalah dengan bangsa-bangsa lain. Hadinegoro sendiri membutuhkan waktu sembilan tahun untuk menyelesaikan pembangunan gedung ini, yang kini menjadi salah satu bangunan modern pertama di Indonesia.
Nilai Filosofis Gedung Pusat UGM
Gedung Pusat UGM bukan sekadar bangunan fisik; ia menyimpan berbagai makna filosofis yang dirancang oleh para pembangunnya untuk diwariskan kepada generasi-generasi mendatang. Semangat untuk membangun peradaban baru tercermin dalam setiap aspek arsitekturnya.
Salah satu elemen filosofis yang menarik adalah desain kolom-kolom atau tiang-tiang gedung. Pada lantai pertama, kolom-kolom berbentuk persegi, yang menggambarkan kondisi mahasiswa saat baru memasuki universitas, di mana pemikiran dan perilaku mereka masih “bersudut” dan kasar. Seiring mereka naik ke lantai kedua dan ketiga, kolom-kolom ini berubah menjadi bulat, melambangkan proses pematangan mahasiswa selama mereka menempuh pendidikan di UGM, menjadi lulusan yang lebih halus dalam berpikir dan bertindak, dengan landasan objektivitas ilmiah dan nasionalisme yang kuat.
Selain itu, tekstur pelapisan pada tiang-tiang gedung juga memiliki makna tersendiri. Pada bagian bawah, tiang-tiang dilapisi dengan kerikil kasar, melambangkan pemikiran yang belum matang. Namun, semakin ke atas, tekstur menjadi lebih halus, menandakan pemikiran yang semakin berkembang dan objektif setelah lulus dari UGM.
Warisan dan Inspirasi bagi Generasi Mendatang
Gedung Pusat UGM dengan segala keindahan arsitektur dan nilai-nilai filosofisnya terus menjadi simbol inspirasi bagi UGM dan Indonesia. Bangunan ini tidak hanya menjadi saksi sejarah, tetapi juga sebuah warisan yang mengandung pesan kuat bagi generasi mendatang untuk terus membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan semangat kebangsaan yang tinggi.
Berikut video peresmian Gedung Pusat UGM oleh Presiden Sukarno.
Dalam konteks ini, Gedung Pusat UGM tidak hanya sebagai pusat administrasi universitas, tetapi juga sebagai pusat kebudayaan, tempat di mana nilai-nilai intelektual dan nasionalisme dipupuk dan dikembangkan. Keberadaan gedung ini menjadi pengingat akan pentingnya pendidikan dalam membentuk karakter dan masa depan bangsa.